Lelaku priatin dan tirakat para orang tua dari tokoh-tokoh NU




Setiap manusia ketika masih di alam arwah  sebenarnya sudah  diberi bekal menyaksikan Allah  (Shuhu>d) sebagai al-Fit}rah al-Ima>niyyah. Setelah masuk ke rahim ibu, al-Fit}rah al-Ima>niyyah ini hendaknya tetap dijaga agar tetap murni dan bersih. Cara menjaganya adalah dengan tetap menjaga agar hati orangtua tetap bersih, mempunyai S}afa> al-Qalb. Imam Syafi’i yang ayahnya terkenal wira’i, menuturkan,bahwa jika seseorang menginginkan mempunyai anak saleh, maka syarat pertama yang harus dimiliki orang tua adalah : S}afa> al-Qalb. Jika hati orang tua tidak bersih, semisal memiliki sifat hasad, tidak punbungan suami istri belum bertaubat dan berinisiatif memperbaiki diri, maka besar kemungkinan jika mempunyai anak hasil dari hubungan itu, maka anaknya mempunyai sifat hasad dan  tidak punya rasa malu. Syarat kedua adalah al-Za>d al H}ala>l, makanan yang dikonsumsi sehari-harinya adalah makakan halal. Ketiga, Du’a> al- Walidain, doa kedua orang tua. Mengenai doa orang tua, ada kisah bahwa Kyai S}adiq bin Mus}lih{ asal Tegaron Prambon Nganjuk, seorang yang Ulama kharismatik, selama ibunya mengandung, selalu melakukakn puasa. KH. Abdul Djalil bin Mustaqiem murshid Tarekat Shadhiliyyah asal Tulungagung pernah berwasiat, bahwa jika istri mengandung, sang suami dianjurkan puasa minimal Senin – Kamis, dan setiap malam minimal membaca surah Yasin minimal 3 kali. Kyai Abdul Wahab Chasbullah, penggagas dan penggerak Jam’iyyah  Nahdlatul Ulama , konon sang ibu selama mengandung selalu berpuasa. Sedangkan ayahnya, Kyai Chasbullah, ketika menikahi Nyai Lathifah( ibu Kyai Abd.Wahab), maharnya adalah mengkhatamkan al-Qur’an sebanyak 99 kali. Hingga Nyai Lathifah ketika mengandung pernah bermimpi meminum air samudra yang luas hingga habis.  Ini semua sebagai bentuk doa dan demi menjaga al-fit}rah al-ima>niyyah [1] Begitu pula kisah kelahiran Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy’ari pendiri PP.Tebuireng, yang juga kakek dari mantan Presiden RI ke-4, Gus Dur. Sebelum lahir, tanda-tanda Khariq al-‘A>dah telah tampak pada jabang bayi Hadratus Syekh. Beliau berada dalam kandungan sang ibu selama 14 bulan. Masyarakat Jawa kala itu memiliki keyakinan bahwa masa kandungan yang panjang mengindikasikan kecemerlangan sang bayi di masa depan. Sang ibu lebih yakin akan isyarat ini, karena dirinya pernah bermimpi melihat bulan purnama jatuh dari langit tepat menngenai perutnya yang sedang mengandung. Ketika mimpi ini diceritakan kepada sang suami, beliau tidak tahu persis apa yang akan terjadi. Namun beliau pernah mendengar bahwa mimpi semacam ini merupakan pertanda anugerah dari Allah SWT. Pada masa mengandung pula, Nyai Halimah menjalankan berbagai macam tirakat sebagi jembatan mendekatkan diri kepada Sang Khalik. Beliau senantiasa berpuasa di sepanjang hari, shalat malam tanpa henti serta tak lupa membaca al-Qur’an. Suatu hari, ketika sedang menampi beras, Ny Halimah mendapati berasnya berubah wujud menjadi emas. Lantas beliau bergegas melaksanakan shalat dhuha. Setelah shalat beliau berdoa: “Ya Allah, Saya tidak meminta harta. Saya hanya meminta kepadamu agar anak keturunan saya menjadi orang-otrang yang baik dan berguna bagi agama-Mu”. Pada Hari Selasa Kliwon tangal 14 Februari 1871 M, yang bertepatan dengan 24 Dzulqo’dah 1287 H bayi yang ditunggu-tunggu ini akhirnya lahir dengan membawa suasana gembira di Pondok Gedang, sebuah pondok yang masyhur kala itu, terletak di Desa Tambak rejo – 2 km dari kota Jombang. Bayi istimewa itu, kemudian diberi nama Muhammad Hasyim. Kelak beliau terkenal dengan nama Muhammad Hasyim Asy’ari. Nama yang dibelakang ini adalah nama ayahnya, Kiai Asy’ari.[2] 
Dan masih banyak lagi kisah-kisah usaha batin yang dilakukan oleh orang tua demi cita-citanya memiliki anak yang saleh-salehah.













Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gus Baha' memohon ijazah kitab

DAFTAR MAKAM SESEPUH / ULAMA DI KECAMATAN SIDOARJO KOTA, KABUPATEN SIDOARJO

Kyai Ngali Muntoha Nglames Madiun