All about Mbah Wahab Chasbollah

[6/11 11.43] ardwall99: https://youtu.be/32KXmKoEpIs
[6/11 11.45] ardwall99: MBAH KIAI WAHAB: KAYA, DERMAWAN,  TIDAK PUNYA UANG DAN JAMU TELOR ANGSA

Jum'at pagi (18 September 2019) saya sowan ke Nyai Mu'tamaroh binti Kiai Wahab Chasbullah dengan istri yang bernama Nyai Aslihah. Kebetulan saat itu Ning Aisyah, putri beliau yang juga sebagai ketua satu Muslimat Jombang sedang berkunjung ke ibunya.

Perlu diketahui, Mbah Kiai Wahab adalah kiai kaya karena mempunyai beberapa usaha. Menurut penuturan Mbah Jum yang dapat cerita dari Kang Pardi (sopir Kiai Wahab), Mbah Wahab juga punya usaha di Bandung, Jawa Barat. Tanpa kekayaan ini,  tentu akan menjadi kesulitan tersendiri untuk konsolidasi NU se Indonesia. Kata Kiai Abdul Halim (sekretaris kedua NU tahun 1926) dalam bukunya yang menjelaskan perjuangan Kiai Wahab, NU sudah berkibibar dari Sabang sampai Merauke, bahkan terdengar sampai PBB saat Kiai Wahab menjadi Rais Syuriyahnya.

Selain kaya, beliau juga dermawan. Ning Aisyah dapat cerita dari ayahnya yakni KH.  Baedhowi tentang kedermawanan Mbah Kiai Wahab. Beliau tidak hanya dermawan, tapi  tidak memperhatikan masalah harta bendanya, tidak merasa memiliki. Semisal seperti kisah Mbah Jum saat Kiai Wahab bilang kepada sopirnya, Kang Pardi, "Iku motormu Di." Padahal itu mobil Kiai Wahab.

Di saat yang lain,  ada orang datang ke ndalem Kiai Wahab,  maka sarung dan pakaiannya diberikan ke orang itu. Sehingga baju dan sarung tinggal sedikit akhirnya  KH.  Baedhowi yang malah membelikan  baju dan sarung Mbah Kiai Wahab. Hal seperti itu sering dilakukan KH. Baedhowi.

KH. Baedhowi juga berkisah sewaktu  Kiai Wahab berada di rumahnya di Kebon Sirih Jakarta. KH. Baedhowi saat itu juga tinggal  di Jakarta sowan ke Kiai Wahab.

Selanjutnya Kiai Wahab mengajak KH.  Baedhowi untuk makan di suatu restoran. Selesai makan,  KH.  Baedhowi lama duduk saja tanpa berinisiatif ke kasir.  Melihat gelagat itu,  Mbah Kiai Wahab langsung menyuruh KH. Baedhowi untuk ke kasir.

Dengan penuh rasa malu akhirnya KH.  Baedhowi berkata bahwa tadi dari rumahnya saat  menuju ke ndalem Kiai Wahab tergesa-gesa sehingga tidak membawa uang.

 Dengan agak sedikit kaget,  Mbah Kiai Wahab berkata,  "Lho saya juga sedang tidak punya uang.  Kalau begitu kamu pulang dulu ke rumahmu,  saya yang menunggu di restoran."

Maka sekian lama Mbah Kiai Wahab menunggu di restoran,  sementara Kiai Baedhowi  mengambil uang. Kiai Wahab yang saat itu menjadi tokoh tidak memanfaatkan ketokohannya untuk semisal melobi pemilik restoran,  atau tidak "menyuwuk" pemilik restoran,  padahal Kiai Wahab terkenal mempunyai ilmu menaklukkan hati seseorang. Beliau memilih menunggu lama di restoran.
*****

Kisah lain,  Mbah Wahab terkenal sebagai pribadi yang selalu tampil nyentrik. Beliau biasa naik moge (motor gede)  dengan pakai sarung, di saat yang lain  beliau juga biasa guyon dengan para santrinya. Bahkan dengan Soekarno pun atau dengan tentara Jepang pernah membuat guyon (baca buku Tambakberas).

Suatu saat Kiai Wahab pernah guyoni Kiai Mansur dari Paculgowang sewaktu Kiai Mansur berkunjung ke Tambakberas. Kiai Wahab menyambutnya dengan ramah sambil nyeletuk,  "Hei,  Kiai Pacul Mansur Gowang datang!" Tentu Kiai Mansur tersenyum dengan guyonan Kiai Wahab yang justeru meletakkan kata pacul di depan namanya, dan gowang di belakang namanya. Pacul dalam bahasa Jawa adalah alat untuk mencangkul tanah.  Gowang artinya copot sedikit.

Selain guyon,  beliau juga suka bereksperimen. Seringkali Kiai Wahab  setiap pagi  menelan kuning telur ayam kampung mentah lalu diikuti minum kopi. Beliau langganan telur ayam dari Mbah Nyai Den (istri Mbah Hamid)  yang memang banyak memelihara ayam.

Suatu pagi angsa (banyak) peliharaan Mbah Kiai Wahab  bertelur. Dalam kondisi tmasih hangat karena baru keluar, telur tersebut ditimang-timang Kiai Wahab sambil berucap kepada putrinya yang bernama Nyai Mu'tamaroh, "Telurnya besar ya,  kalau saya minum sama dengan meminum dua telur ayam kampung. Tolong ambilkan baskom untuk wadah putih telurnya."

Kemudian telur  dipecah,  putihnya dituangkan ke baskom sambil berkata,  "Jangan dibuang,  nanti buat dadar." Lalu kuningnya langsung diminum. Ternyata Kiai Wahab kesulitan menelannya,  maka dimuntahkan ke baskom.

Bu Nyai Mu'tamaroh berinisiatif mendadar telur (bisa jadi khilaf memahami pesan Kiai Wahab atau memang untuk guyoni kakaknya) lalu disuguhkan ke Kiai Adib (kakaknya beda ibu). Dadaran telur angsa dimakan lahab tanpa tahu latar belakang telur tersebut.

Beberapa waktu saat Nyai Mu'tamaroh bertemu Kiai Wahab di Jakarta dan menyampaikan kejadian tentang telur itu, Kiai Wahab tersenyum dan berkata,  "Sudah gak apa-apa, barokah."

Sumber wawancara dengan Nyai Mu'tamaroh dan Ning Aisyah  di rumah beliau.

Bontang,  24 Oktober 2019
****

Foto saya dan istri bersama Yai Mu'tamaroh, Ning Aisyah.
[6/11 11.45] ardwall99: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=537454060385356&id=100023623007183
***
*KIAI WAHAB PENYEIMBANG NALAR KEBABLASAN DAN PENGGUNA FILOSOFI PENCAK*

Seminar malam ini pukul 20.00 di Universitas KH. Wahab Chasbullah, Tambakberas yang dihelat oleh Pagar Nusa mengambil tema tentang kebangsaan. Di antara yang saya sampaikan:

Hemat saya, Kiai Wahab Chasbullah adalah pribadi penyeimbang di saat terjadi gerak ekstremitas ke kanan atau ke kiri. Kiai Wahab juga pengamal filosofi pencak.Tarung pencak tidak langsung hantam dan tubruk, tapi diamati dan diikuti gerak musuh dalam beberapa detik atau menit.  Hal ini untuk melihat teknik serta kelemahan dan kekuatan lawan. Setelah itu bergerak dan sikat.

Saya memulai bicara tentang kenyataan bahwa tidak terasa kita sering melakukan apa yang saya sebut logika kebablasan. Pada masa penjajahan, rakyat Indonesia dikekang, lalu berkat rahmat Allah, Indonesia bisa merdeka. Saat itulah rakyat euforia dengan demokrasi. Demokrasi Indonesia pada era tersebut dinamakan demokrasi parlementer atau disebut juga demokrasi liberal. Efek dari demokrasi tersebut pemerintah seakan berjalan di tempat karena parlemen banyak berdebat dan sering terjadi pergantian kabinet yang menyebabkan agenda pemerintahan berjalan tidak terseok-seok.

Selanjutnya semua tokoh bangsa melakukan refleksi atas perjalanan demokrasi liberal. Demokrasinya dianggap kebablasan. Lalu muncul gagasan demokrasi terpimpin. Ternyata dalam era demokrasi terpimpin yang presiden Soekarno sebagai epicentrum demokrasi terjadi nalar kebablasan lagi. Semisal ada keinginan menjadikan Soekarno sebagai presiden seumur hidup.Tentu hal ini bukan gagasan Soekarno, tapi karena disepakati oleh partai politik yang ada, Soekarno menerima dan selanjutnya diangkat sebagai Presiden seumur hidup lewat Tap MPRS Nomor III/MPRS/1963. Akhirnya demokrasi terpimpin ambruk karena beberapa faktor.

Selanjutnya lahirlah Orde Baru dengan Golkar sebagai partai penguasa, dan Soeharto sebagai presidennya. Era ini disebut dengan demokrasi Pancasila. Pada masa Orde Baru, pemerintahan merasa perlu menggenjot pembangunan. Agar bisa membangun, diperlukan stabilitas.

Dalam hal ini, tentara bisa diandalkan untuk menjaga stabilitas. Konsekuensinya dilakukan optimalisasi fungsi tentara di ranah sipil yang saat itu disebut dengan dwi fungsi ABRI.Tentara memegang kendali jabatan eksekutif seperti gubernur, bupati, walikota dan lain-lain. Tentara banyak masuk di "relung-relung" masyarakat yang menyebabkan nafas demokrasi tersengal-sengal. Tentu ini logika politik kebablasan.

Mulailah timbul perlawanan, lalu lahirlah reformasi yang akhirnya menumbangkan kekuasaan Presiden Soeharto. Di era reformasi muncul lagi euforia sebagaimana pascapenjajahan. Keran kebebasan dibuka selebar-lebarnya. Saking bebasnya, muncul nalar kebablasan dalam berbagai hal. Semisal ada kelompok yang berupaya mengotak-atik NKRI dan Pancasila. Tentara "digiring" dalam baraknya dan dilarang memegang kuasa di bidang "nonketentaraan". Tentu ini kebablasan,  karena bagaimanapun juga di era modern ini NKRI butuh tentara dalam bidang-bidang tertentu selain tugas reguler tentara. Era Jokowi nampaknya memberi ruang lebih kepada tentara. Tentu ini kabar baik, walakin jangan sampai fungsi tentara kebablasan seperti era Orde Baru.

Lalu apa bukti bahwa Kiai Wahab penyeimbang nalar kebablasan dan pengguna filosofi pencak?

1. Pemaknaan demokrasi terpimpin oleh KH. Wahab Chasbullah. Beliau berkata, ”Demokrasi terpimpin tentulah demokrasi, dalam arti bahwa rakyat mempunyai kedaulatan yang dilindungi hukum dalam mengeluarkan pendapat dan cita-cita. Demokrasi memang harus terpimpin, yakni terpimpin oleh norma dan moral.Tanpa kepemimpinan itu akan menjurus kepada anarki. Demokrasi terpimpin titik beratnya pada kata demokrasinya. Sebaliknya, kepemimpinan tanpa demokrasi akan menjurus kepada diktator. Baik anarki maupun diktator, bertentangan dengan demokrasi itu sendiri." Ini pemikiran Kiai Wahab untuk mencegah kebablasan.

2. Saat Masyumi tidak mau masuk kabinet Hatta terkait dengan keharusan melaksanakan perjanjian Renville, Kiai Wahab berargumen sambil membuat guyonan agar kita masuk saja di kabinet dg niat menghilangkan kemungkaran. Diterimalah gagasan Kiai Wahab oleh Masyumi. Jadi tidak ekstrem lepas dari kabinet,  tapi juga tidak menerima total kabinet. Tapi ada penyeimbang agar tidak bablas,  yakni ada unsur izalatul munkar.

3. Saat PRRI/Permesta memberontak,  Kiai Wahab "terpaksa" ikut memberi fatwa wajib diperangi. Fatwa itu dikeluarkan dengan berat hati oleh Kiai Wahab. Tidak hanya itu,  para kader NU turun ke daerah operasi untuk membantu kehidupan anak dan istri para pemberontak sehingga bisa sedikit tertolong. Jadi fatwa beliau tidak langsung lepas tangan bablas,  tapi turun tangan.

4. Saat perebutan Irian Barat (Papua). Bung  Hatta mengatakan bahwa Irian Barat bukan termasuk Indonesia maka tidak perlu dikembalikan ke wilayah Indonesia. Pendapat Bung Hatta ini didukung Masyumi dan PSI. Tetapi Bung Karno menolak dan mengatakan bahwa irian Barat adalah wilayah Indonesia sejak jaman dulu dikuasai oleh kerajaan Islam Ternate, Tidore bahkan juga pernah menjadi bagian kerajaan Mataram,  Singasari dan Majapahit. Duta besar Amerika di Jakarta dan menteri luar negeri Amerika, John Foster Dulles secara bersamaan juga menuduh Bung Karno bahwa pengembalian Irian Barat adalah ambisi pribadi Bung Karno.

Melihat situasi seperti itu, Bung Karno meminta nasihat kepada Kiai Wahab yang kemudian nasehatnya dikenal dengan diplomasi cancut taliwondo.Menurut Kiai Wahab, politik ”Diplomasi Cancut Tali Wondo" memang memerlukan waktu karena pertimbangan keadaan dalam negeri.Tetapi bukan berarti harus berhenti. Diplomasi jalan terus dan ”cancut tali wondo” juga tidak boleh berhenti. lbarat orang mau adu-jotos, siasat yang digunakan dengan cara memperlama waktu menyingsingkan lengan baju sambil mu|ut terus mengeluarkan tantangan untuk membuat musuh menjadi gentar. Kalau musuh tiba-tiba menyodorkan kepalanya untuk memukul, dan kita belum siap, maka hindari dulu. Kalau perlu kita tambah waktu satu tahun lagi untuk menyingsingkan lengan baju. Kalau kita sudah ”punya keris” maka kita bisa bersikap keras.

5. Masalah PKI. Kiai Wahab bergaul biasa dengan orang nasionalis termasuk dengan PKI. Bahkan Kiai Wahab digelari kiai Nasakom walau bukan dalam arti pro komunis. Kiai Wahab berada dalam lingkaran mereka untuk mendampingi Soekarno dan sangat mungkin untuk menyelami pikiran dan strategi PKI. Setelah itu Kiai Wahab tegas menolak PKI di seluruh Indonesia. Bahkan ada kisah tentang PKI Kediri. Komandan korem Kediri kala itu Willy Sujono dipanggil presiden Soekarno ke istana negara dan ditanya mengapa anggota PKI di Kediri banyak yang dihabisi? Dengan tegas Willy Sujono menjawab bahwa tindakan itu atas restu Kiai Mahrus Ali serta di Wahab Chasbullah Tambakberas Jombang. Sekalipun demikian,  banyak anak turun PKI yang diampuni dan dipelihara serta bertetangga baik dengan warga NU.

Semua kisah Kiai Wahab di atas dapat dibaca di buku Tambakberas: Menelisik Sejarah,  Memetik Uswah. Kalau ada kesalahan monggo dikoreksi.
****
[6/11 11.50] ardwall99: https://youtu.be/32KXmKoEpIs
[6/11 11.50] ardwall99: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=513475719449857&id=100023623007183
***
*DEMO BERBAJU AGAMA, BERBAJU RAKYAT,  BERBAJU MAHASISWA*

1. Semua sudah tahu kelompok itu, ya hanya itu, yang suka gembar gembor dan berdemo dengan mengatasnamakan agama. Ini bahaya karena agama dijadikan tunggangan.

2. Semua juga tahu bahwa banyak politisi yang teriak-teriak atas nama rakyat, demi rakyat,  tapi ternyata mbelll wal mbujuki...

3. Tapi mungkin belum disadari bila ada kelompok gema pembebasan dan kroninya yang berbaju atau berjaket ala kampusnya lalu ikut berbaur demo dengan mahasiswa NKRI yang memang rerata murni tuntutan nurani dengan kapasitas akal yang mereka mampui. Padahal mahasiswa Gema Pembebasan dan kroninya mempunyai agenda sendiri, ini bahaya.

4. Terkadang "berbaju" itu  berbahaya di saat bajunya hanya kamuflase.  Makanya saya gak usah berbaju saja,  tapi berkaos.... hehehe
****
Foto pertama dan kedua tidak berbaju dengan penulis komik Semarang yang mau menulis kisah tentang Mbah Kiai Wahab dalam bentuk komik. Foto ketiga sampai kelima dengan Imma dan Dimitry Mohammedy dimana saya juga tidak berbaju hehe... berkaos
[6/11 11.50] ardwall99: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=530544414409654&id=100023623007183
****
*KIAI HUDA: SANTRI KIAI WAHAB YANG WAFAT KEMARIN*

KH. Samsul Huda adalah salah satu santri Kiai Wahab yang banyak mempunyai kenangan dan kisah tentang Kiai Wahab. Kedekatannya antara lain karena beliau sering menyiapkan sarapan untuk Kiai Wahab, beliau juga satu dari sekian santri yang diutus Kiai Wahab membacakan kitab kuning saat ngaji ketika Kiai Wahab sudah kabur penglihatannya. Untuk mendoakan dan mengenang beliau, ada satu kisah yang saya ambil dari buku sejarah Tambakberas.

Kiai Abdul Halim Leumunding (sekretaris kedua NU tahun 1926) dalam bukunya yang menjelaskan perjuangan Kiai Wahab, pernah menulis bahwa NU sudah berkibar dari Sabang sampai Merauke, bahkan terdengar sampai PBB saat Kiai Wahab menjadi Rais Syuriyahnya.

Hal yang yang menjadi pertanyaan,  bagaimana NU terdengar di PBB? Kisah di bawah ini bisa ditarik benang merahnya, dan tentu perlu dihubungkan dengan kisah-kisah lain.

Kata Kiai Huda, hubungan Mbah Kiai Wahab dengan Presiden Soekarno sangat dekat, bahkan Presiden RI pertama itu begitu dekatnya dengan Mbah Wahab, kalau memanggil Mbah Wahab menggunakan kata panggilan mas, Mas Wahab. Selain teman akrab, Mbah Wahab juga berperan sebagai penasehatnya. Mbah Wahablah yang memberi dan mengajari dalil-dalil Al-Quran kepada Bung Karno. Termasuk ketika Bung Karno berpidato di PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) dengan mengutip ayat aI-Qur'an surat Al-Ra'du 11, ‘Innallaha Ia yughoyyiru ma bi qoumin, hatta yughoyyiru ma bianfusihim (Allah tidak akan mengubah (keadaan) suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri mau mengubahnya).

Kiai Huda yang tiap hari raya saya sowani,  hanya hari raya kemarin saat mau saya sowani beliau iatirahat, dan kemarin beliau wafat.  Semoga amal kebaikwn Kiai Huda diterima Allah,  dan dosanya diampuniNya...  Kepada Kiai Huda lahul fatihah.
****

Foto bersama Kiai Huda
[6/11 11.50] ardwall99: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=534113970719365&id=100023623007183
****
*SEMINAR HARI SANTRI: KIAI WAHAB CHASBULLAH DAN KIAI WAHID HASYIM SAAT TERJADI "KADAL MENGKADAL"*

Siang setelah duhur jam 14.00 tadi saya bersama Gus Athoillah (anggota DPRD Jatim) dan moderator Pak Sholahuddin diundang seminar memperingati hari santri dengan tema "Aktualisasi Mental dan Wawasan Santri untuk Perdamaian Dunia" di Institut Agama Islam Bani Fattah, Tambakberas, Jombang. Tentu tema seminar yang demikian, membuat berkerut menyelami maksudnya, maka saya simpulkan saja mungkin maksudnya bagaimana menghidupkan semangat santri untuk perdamaian dunia. Setelah saya menguraikan hal tersebut,  saya mencoba menyampaikan hal lain yang aktual, yakni isu kadal mengkadal yang santer terdengar dari aspek sejarah.
*****

Dalam sejarahnya, Presiden Soekarno tidak menelikung tokoh-tokoh NU,  Bahkan sering diskusi seperti saat pembatalan Piagam Jakarta, Presiden Soekarno melibatkan KH. Wahid Hasyim. Demikian saat resolusi Jihad, KH. Hasyim Asyari berperan penting dan Presiden Soekarno memperhatikan hal tersebut.

Berlanjut saat dekrit Presiden Juli 1959, Lewat AH. Nasution yang bicara dengan Kiai Idham Chalid,  Soekarno meminta pendapat kepada KH. Wahab Chasbullah. Kiai Wahab menyetujui dekrit dengan syarat nilai Piagam Jakarta menjiwai Pancasila.  Sebelumnya suara masalah "menjiwai" ini juga disampaikan oleh ketua fraksi NU di Konstituante,  KH. Masykur.

Demikian juga saat pembebasan Irian Barat, Kiai Wahab Chasbullah memberi masukan kepada Presiden Soekarno dengan apa yang disebut gerakan "cancut taliwondo" dan "keris keras" agar bisa membebaskan Irian Barat.

Saat NU bergabung dengan Masyumi,  NU awalnya nampak "dimulyakan" namun akhirnya ditelikung dan dikebiri perannya. Drs. Choirul Anam menulis, dalam aturan organisasi, Masyumi menerapkan adanya anggota perorangan yang peranannya justeru mengalahkan anggota Istimewa (wakil dari perkumpulan atau organisasi keagamaan seperti NU). Hal tersebut lebih diperparah lagi saat Muktamar Masyumi 1949 di Yogyakarta yang mengubah AD-ART pasal Majelis Syura. Majelis Syura sebagai dewan tertinggi yang dipegang NU statusnya diubah hanya sebagai penasehat. Masih belum cukup, sindiran-sindiran kepada NU terus dilancarkan oleh anggota Masyumi yang berpendidikan Barat bahwa para ulama tidak pada tempatnya mengurusi politik  (padahal saat itu NU masuk parpol Masyumi,  pen.), orang NU lebih pantas memangku jabatan di musholla,  masjid dan pesantren. Hal lain yang juga menjengkelkan warga NU adalah saat Kabinet Natsir (1950-1951) menyerukan kepada gerombolan DI/TII Kartosuwiryo turun gunung dan kembali ke pangkuan ibu pertiwi, mereka akan dan diberi amnesti. Namun begitu gerombolan itu turun gunung memasuki dipimpin Amir Fattah, mereka dilucuti dan dijebloskan ke penjara.  Karena kebijakan yang bermuatan tipu daya ini akhirnya pemulihan keamanan di Jawa Barat berlarut larut hingga 1964.

Prof. Ali Haidar menjelaskan, NU awalnya sepenuh hati dan "berkeringat" untuk mendukung Masyumi. Dalam kongres NU di Purwokerto tahun 1946 diserukan agar warga NU membanjiri parpol Masyumi dan diputuskan NU akan menjadi tulang punggung Masyumi. Namun perbedaan kepentingan politik antar berbagai kelompok muncul seperti pengaruh distribusi kekuasaan dalam internal Masyumi,  juga kebijakan politik menghadapi Belanda, demikian pula masalah masuk tidaknya dalam kabinet yang ada waktu itu. Prof Ali Haidar juga menulis bahwa saat kongres Masyumi di Yogyakarta tahun 1949, tokoh Masyumi yang juga walikota Yogyakarta bilang bahwa politik tidak bisa dibicarakan sambil memegang tasbih,  politik juga bukan hanya berurusan sekitar pesantren. Tentu ini menyinggung NU, dan delegasi NU menyuruh agar menarik ucapannya itu,  Saleh menolak,  maka 30 delegasi NU keluar ruangan.

Cara memandang rendah lulusan pesantren oleh Masyumi ini menjadikan warga NU semakin tidak simpatik dengan Masyumi. KH. Wachid Hasyim tahun 1950 menulis bahwa Masyumi bak perusahaan yang menjual produk dengan dua cara,  agen dan eceran, tapi harga sama,  tentu ini akan melemahkan perusahaan. Ibarat tsb adalah untuk mengkritik posisi anggota perorangan dan anggota utusan organisasi yang sama suaranya. Tahun 1951 KH. Wahid Hasyim menulis lagi untuk mengeritik Masyumi dengan judul "Ummat Islam Indonesia menunggu ajalnya,  tetapi pemimpinnya tidak tahu."

Realitas di atas, akhirnya Kiai Wahab Chasbullah bersikap tegas dengan melepas diri dari Masyumi tahun 1952. Dalam buku Tambakberas dijelaskan,  Kiai Wahab menyebut Masyumi melakukan ukhuwwah kusiriyah. Mengatasnamakan ukhuwwah Islamiyah tapi NU hanya dijadikan kuda tunggangan.

Beralih ke era reformasi. Gus Dur pernah diangkat dan dijatuhkan dengan alasan yang dibuat-buat.  Era sekarang? Tentu adalah simplifikasi kalau menyamakan keputusan pemerintah baru ini dengan apa yang dilakukan oleh Masyumi. Tapi memang menimbulkan kekecewaan beberapa kalangan warga NU. Semua kita hargai dan  suatu saat akan berjalan baik. 

Atas itu semua,  santri adalah santri. Dikadali atau tidak,  santri akan tetap bergerak mencari posisi untuk menyeimbangkan problem yang ada. Santri akan tetap setia kepada NKRI. Di antara problem yang dihadapi pemerintah sama dengan problem yang dihadapi santri, yakni radikalisme. Dan era sekarang, menghadapi radikalisme tanpa melibatkan santri adalah naif dan akan gagal. Merangkul kelompok radikal tanpa strategi budaya dan tradisi adiluhung ---dimana santri juga memegangnya---, maka sama dengan memelihara anak serigala,  besar akan mencakar dan menerkam. 
****
[6/11 11.50] ardwall99: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=527438294720266&id=100023623007183
****
*KIAI WAHAB MBOTEN WAYUH (POLIGAMI).....*

Perempuan 86 tahun yang biasa dipanggil Yu Jum atau Mbah Jum yang tadi pagi saya datangi di rumahnya masih ingat beberapa kisah tentang Tambakberas. 

Di antaranya dia berkata,  "Kiai Wahab niku mboten wayuh. Ibunya Gus Wahib sedo, lajeng nikah kaleh ibunya Gus Najib. Ibunya Gus Najib sedo,  lajeng nikah kaleh ibunya Gus Adib.  Ibunya Gus Adib sedo lajeng nikah angsal Bangil, Nyai Aslihah. Nyai Aslihah sedo lajeng nikah kaleh Nyai Sa'diyah" (Kiai Wahab itu tidak poligami. Ibunya Gus Wahib Wahab meninggal,  lalu menikah dengan ibunya Gus Najib Wahab. Ibunya Gus Najib Wahab meninggal,  lalu menikah dengan ibunya Gus Adib Wahab. Ibunya Gus Adib meninggal,  lalu menikah dengan wanita dari Bangil, yakni Nyai Aslihah. Nyai Aslihah meninggal, lalu menikah dengan Nyai Sa'diyah).

Kisah mengharu biru terkait Nyai Aslihah dan Nyai Sa'diyah saya dapatkan dari Nyai Mu'tamaroh binti Wahab Chasbullah.

Suatu saat Nyai Aslihah yang saat itu berusia 25 tahunan dan punya dua putri yakni Djum'iyatin binti Wahab dan Mu'tamaroh binti Wahab (saat itu usia dua tahun)  sakit, yakni hamil anggur. Karena masa itu belum canggih, maka kandungannya tidak ada model pembersihan kandungan.

Di saat sakit,  Nyai Aslihah binti Kiai Abdul Majid memanggil kakak kandungnya yakni Nyai Sa'diyah binti Kiai Abdul Majid yang saat itu janda dan mempunyai anak di antaranya bernama Wasifah binti Kiai Faqih, Bangil.

Nyai Aslihah berpesan kepada Nyai Sa'diyah,  "Awakku gak enak,  mbekne aku dikersakne,  aku titip anakku Djum'iyatin karo Mu'tamaroh Sampean emong dewe. Sampean kerso dikromo Kiai?" (badanku sudah tidak sehat lagi, jika aku dikehendaki (Allah) saya titip dua anakku yakni Djum'iyatin dan Mu'tamaroh hendaknya Anda asuh sendiri. Anda mau ya dinikahi Kiai Wahab?).

Dengan penuh haru Nyai Sa'diyah menghibur dan memang tidak berapa lama Nyai Aslihah yang tulis ini wafat dipanggil ke haribaanNya. Lahal Fatihah.

Sumber:
Nyai Mu'tamaroh
Ning Aisyah Muhammad
Mbah Jum

Mohon koreksi dari pembaca kalau ada info pembanding
*****

Foto dari kiri: Nyai Aslihah,  Kiai Wahab,  dan Nyai Mu'tamaroh
[6/11 11.50] ardwall99: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=512728586191237&id=100023623007183
****
*BEDAH BUKU RELASI PESANTREN DAN PANGERAN DIPONEGORO DI TAMBAKBERAS ADA HTI*

tadi malam saya membedah buku terbaru karya Gus Milal Bizawie di Hall Yayasan PP. Bahrul Ulum dengan moderatornya yang spesial,  Gus Wafi. Dua poin yang saya jelaskan,  apresiasi dan masukan.

1. Apresiasi atas upaya serius untuk merangkai sejarah relasi pesantren dengan perjuangan Pangeran Diponegoro yang dibuktikan melalui data yang berlimpah. Buku Gus Milal ini kaya data baik arsip, artikel, buku dan jurnal plus situs situs internet, namun minus wawancara.  Buku setebal 439 halaman ini juga menyinggung tentang Tambakberas dalam kaitannya dengan perjuangan Pangeran Diponegoro (hal. 181 dan 323). Hanya di hal.181 terjadi kesalahan tulis "Kyai Abdusshomad" yang benar  Kiai Abdussalam.

Masih dalam apresiasi, buku ini mencoba "memaknai" bahwa naskah Sarakata dari ulama Aceh pada tahun 1871 mempunyai korelasi erat dengan poin-poin yang ada di Pancasila (hal.99).

Tidak hanya "memaknai",  buku ini juga melangkah lebih jauh dengan mengkonstruksi penggalan-penggalan data sejarah agar terlihat utuh dan terbaca. Semisal bagaimana Pangeran Djoyokusumo atau dikenal Eyang santri (trah Mangkunegaran,  rekan seperjuangan Diponegoro) yang usianya panjang, 159 tahun membawa bibit-bibit semangat perjuangan dan kebangsaan Pangeran Diponegoro kepada Tjokroaminoto dan Soekarno (140-146).

2. Masukan. Karena saya anggap buku ini penting dengan alasan di atas (menyambungkan pesantren dengan Diponegoro), maka kesalahan kecil perlu direvisi. Semisal masih banyak salah ketik,  juga di beberapa halaman terjadi problem tidak koheren antar kalimat dan antar alinea semisal pada halaman 106-113  ada kesan nglantur dalam uraiannya. Ada juga di beberapa halaman yang "tumpang tindih" penjelasannya sehingga  menjadikan kurang "sistematis", semisal hal. 140, 142, 146, 157, 161, 181, 182 dan lain-lain.

 Demikian pula karena buku ini berpenampilan ilmiah, maka saya berupaya melakukan sejenis "uji petik" dengan jurnal rujukan yang dijadikan rujukan oleh Gus Milal,  yakni Jurnal Review Politik.  "Uji petik" saya lakukan pada halaman 361-362 yang hasilnya ada model penulisan yang perlu dibenahi agar tidak terjadi salah duga. Bandingkan dengan buku "Tambakberas: Menelisik Sejarah,  Memetik Uswah" yang di kata pengantarnya sudah dijelaskan model penulisannya.

Ada konstruksi yang perlu dikaji ulang lagi di halaman 80-85, 171. Sebelumnya sebagai pengantar, perlu saya jelaskan konstruksi yang dilakukan tim Sejarah Tambakberas terkait adanya data berupa Kiai Sechah (Mbah Abdussalam) sebagai salah satu panglima Diponegoro,  lalu adanya ulang tahun pondok Bahrul Ulum Tambakberas yang dihitung sejak 1825, dan juga adanya penjelasan buku Choirul Anam (perjuangan Mbah Sechah di Yogyakarta) dan buku Agus Sunyoto (setelah Diponegoro ditangkap tahun 1830, Mbah Sechah menuju Tambakberas dan mendirikan pondok). Namun di empat buku Peter Carey yang menyebutkan nama 151 kiai tidak  ada nama Mbah Sechah. Akhirnya tim sejarah menyimpulkan bahwa Mbah Sechah adalah bukan panglima Diponegoro yang lari dari Jogja setelah Diponegoro dijebak dan diasingkan pada tahun 1830. Tapi Mbah Sechah adalah penglima Diponegoro yang memang  daerah operasinya  seputaran  Monconegoro Wetan dengan basis pertahanan dan penggemblengan berada di seputaran Tambakberas. Ingat, perang Diponegoro menyebar hampir seluruh Jawa.

Kembali ke buku Gus Milal. Gus Milal ingin mengkonstruksi data percakapan Diponegoro dengan Kiai Mojo yg diartikan oleh Gus Mial membahas masalah "khilafah". Lalu Gus Mial mengkaitkan ke naskah Sarakata tentang Jumhuriyah Indonesia dan selanjutnya 'dibungkus" dengan pandangan Kiai Fadhol, Senori, Tuban. Intinya wacana khilafah (walau tidak sama dengan khilafah ala HT)  sudah dibahas oleh Pangeran Diponegoro dan Kiai Mojo. Lebih jelas baca halaman 80-85.

Konstruksi di atas problematik. Pertama, dari aspek penerjemahan yang dilakukan oleh Gus Milal di halaman 83 tentang teks bahasa Jawa "kilapa" yang diartikan dengan khilafah. Padahal kalau dicermati, kata "kilapa" menurut hemat saya mempunyai arti kilap atau khilaf atau keliru. Untuk masalah penerjemahan ini saya juga bertanya kepada keturunan Kiai Nur Iman, Mlangi. Kedua, kalau mencoba membaca  karya Al Mawardi,  Al Ahkam al Sultaniyyah pada bab "Fi Aqdil Imamah" setelah saya hitung cepat (bisa jadi ada yg kelewatan) terdapat kata imamah sebanyak 94, kata imam ada 13,  kata khalifah ada 25, dan kata khilafah ada 35. Kata khilafah semuanya bermakna pergantian atau imamah (kepemimpinan). Tidak ada yang bisa ditarik menjadi sebuah struktur  politik seperti yang dimaknai oleh Gus Milal atas dialog di atas. Atau dimaknai sebagai daulah seperti dalam judul kitab Hizbut Tahrir. Dengan demikian, kalau dianggap Kiai Mojo dan Pangeran Diponegoro membahas masalah khilafah dengan makna sistem politik yang khas (seperti yang diulas Gus Milal), lalu kitab kuning apa yang menjadi rujukan Kiai Mojo? Tentu saya terbuka masukan juga karena saya juga bisa kilapa eh khilaf.

Ketiga, kisah para pemimpin muslim era sebelum Diponegoro baik di Sumatera maupun di Jawa semuanya disebut kerajaan,  bukan khilafah.  Keempat,  Eks-HTI suka memotong pemikiran untuk memperkuat gagasan khilafahnya,  ingat dulu Kiai Wahab juga pernah dipotong.  Maka kalau dialog kiai Mojo diartikan adanya diskusi tentang khiafah (walau Gus Milal menentang gagasan khilafah HTI), bisa saja hal itu dimanfaatkan oleh eks-HTI. Apalagi Gus Milal tadi malam juga bercerita bahwa Ki Roni Sodewo salah satu keturunan Diponegoro juga pernah masuk HTI. Orang HTI saat merekrutnya beralasan dulu nenek moyangnya (Pangeran Diponegoro) memperjuangkan khilafah. Alhamdulillah sekarang Ki Roni Sodewo sama dengan saya, telah keluar dari HTI, tobat.

Dalam pandangan saya, mengkonstruksi masalah khalifah atau imam a'dham yang paling tepat adalah meminjam nalar syar'i Kiai Wahab Chasbullah (baca buku saya Mematahkan Argumen Hizbut Tahrir).
****

Saya memaparkan masukan secara terbuka karena ya namanya kekurangan itu biasa agar diperbaiki sehingga mendekati lbh sempurna  Lebih dari itu,  buku Gus Milal sudah dijual bebas,  maka daripada nanti ada pihak luar yang  mengkritik dengan niat kebencian,  lbh baik saya dulu saja yang memberi masukan dg niat cinta hehehe.
[6/11 11.50] ardwall99: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=534692793994816&id=100023623007183
[6/11 11.50] ardwall99: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=516865245777571&id=100023623007183
****
*KIAI-TENTARA: MENANTU MBAH KIAI HAMID CHASBULLAH TAMBAKBERAS*

Bukti bahwa warga NU adalah pejuang dan penyangga NKRI tak terbantahkan (tentu bukan dalam arti mau mengatakan warga non-NU bukan pejuang).

Bukti tersebut ada yang masih belum tertulis,  ada yang sudah tertulis. Bukti tertulis semisal dapat  diambil contoh buku karya Tim Sejarah Tambakberas "Tambakberas: Menelisik Sejarah,  Memetik Uswah,  atau buku  karya
Agus Sunyoto "Fatwa dan Resolusi Jihad",  buku karya Moch. Faisol "Jejak Laskar Hizbullah Jombang", atau juga buku karya HM. Sholeh Hayat dkk "Peranan Ulama Dalam Perjuangan Kemerdekaan". Masih banyak buku lain yang mengupas peran warga NU dalam perjuangan baik setelah kemerdekaan maupun sebelum kemerdekaan.

Di antara pejuang itu adalah KH. Mahfudz.
KH. Mahfudz  bin KH. Kholil Asy'ari adalah cucu Mbah KH. Thohir Bungkuk Singosari. Kiai Mahfudz muda saat mondok di Tebuireng adalah teman seangkatan dengan Kiai Muchit Muzadi.

Selanjutnya beliau ikut berjuang dan masuk tentara. Saat di ketentaraan, beliau bersama KH. Sullam Syamsun. Bedanya Kiai Sullam meneruskan karir militer hingga Jenderal, Kiai Mahfudz kembali ke dunia pesantren.

Kiai Mahfudz dijodohkan oleh KH. Wahab Chasbullah dengan putri KH. Hamid Chasbullah yakni Nyai Hasbiyah pada tahun 1953. Keakraban Mbah Kiai Wahab dengan keluarga Singosari sudah terjadi sebelum NU lahir, Mbah Kiai Wahab sering bermalam di rumah orang tua Kiai Mahfudz di Singosari.

Sejak tahun 1955, KH. Mahfudz dan Nyai Hasbiyah mengembangkan pondok pesantren Al Islahiyah, Singosari. Beliau  wafat di Makkah tahun 1985 dan dimakamkan di pemakaman Ma'la. Di antara yang mengurusi jenazah Kiai Mahfudz di Makkah  adalah Mbah Moeslim (Klaten), dan KH. Dzul Hilmi Ghozali (Imam Masjid Ampel).

Saat ini pesantrennya dilanjutkan oleh putra-putri beliau. Putra-putri beliau adalah Nyai Latifah Mahfudz (sudah wafat), Gus Abdul Hamid, Ning Anisah Mahfudz, Gus Abdul Hasib Mahfudz, Gus Ir. Muhammad Kholil (sudah wafat).
*****

Foto pertama tahun 1948 di bawah ini  kiriman menantu Kiai Mahfudz,  Gus Imron Hamid (Rais Syuriyah,  PCI NU Tiongkok). Dimana KH. Mahfudz muda  bergabung dengan Tentara Tebuireng Jombang dari Kesatuan Batalyon 33 Brigade IV Divisi I saat mendampingi kakaknya, Nyai Fatimah (Istri KH. Masjkoer, mantan menteri Agama RI) serta putra tunggal KH. Masjkoer,  Saiful Islam  ke Jogjakarta. Dalam masa perang kemerdekaan.

Foto kedua Kiai Kholil,  Kiai Mahfudz dan Nyai Hasbiyah.  Foto ketiga SK dari Mabes TNI AD untuk Nyai Hasbiyah sebagai penerima pensiun Warakawuri.
[6/11 11.50] ardwall99: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=5452353698120150&id=100000367200412
[6/11 11.50] ardwall99: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=537454060385356&id=100023623007183
***
*KIAI WAHAB PENYEIMBANG NALAR KEBABLASAN DAN PENGGUNA FILOSOFI PENCAK*

Seminar malam ini pukul 20.00 di Universitas KH. Wahab Chasbullah, Tambakberas yang dihelat oleh Pagar Nusa mengambil tema tentang kebangsaan. Di antara yang saya sampaikan:

Hemat saya, Kiai Wahab Chasbullah adalah pribadi penyeimbang di saat terjadi gerak ekstremitas ke kanan atau ke kiri. Kiai Wahab juga pengamal filosofi pencak.Tarung pencak tidak langsung hantam dan tubruk, tapi diamati dan diikuti gerak musuh dalam beberapa detik atau menit.  Hal ini untuk melihat teknik serta kelemahan dan kekuatan lawan. Setelah itu bergerak dan sikat.

Saya memulai bicara tentang kenyataan bahwa tidak terasa kita sering melakukan apa yang saya sebut logika kebablasan. Pada masa penjajahan, rakyat Indonesia dikekang, lalu berkat rahmat Allah, Indonesia bisa merdeka. Saat itulah rakyat euforia dengan demokrasi. Demokrasi Indonesia pada era tersebut dinamakan demokrasi parlementer atau disebut juga demokrasi liberal. Efek dari demokrasi tersebut pemerintah seakan berjalan di tempat karena parlemen banyak berdebat dan sering terjadi pergantian kabinet yang menyebabkan agenda pemerintahan berjalan tidak terseok-seok.

Selanjutnya semua tokoh bangsa melakukan refleksi atas perjalanan demokrasi liberal. Demokrasinya dianggap kebablasan. Lalu muncul gagasan demokrasi terpimpin. Ternyata dalam era demokrasi terpimpin yang presiden Soekarno sebagai epicentrum demokrasi terjadi nalar kebablasan lagi. Semisal ada keinginan menjadikan Soekarno sebagai presiden seumur hidup.Tentu hal ini bukan gagasan Soekarno, tapi karena disepakati oleh partai politik yang ada, Soekarno menerima dan selanjutnya diangkat sebagai Presiden seumur hidup lewat Tap MPRS Nomor III/MPRS/1963. Akhirnya demokrasi terpimpin ambruk karena beberapa faktor.

Selanjutnya lahirlah Orde Baru dengan Golkar sebagai partai penguasa, dan Soeharto sebagai presidennya. Era ini disebut dengan demokrasi Pancasila. Pada masa Orde Baru, pemerintahan merasa perlu menggenjot pembangunan. Agar bisa membangun, diperlukan stabilitas.

Dalam hal ini, tentara bisa diandalkan untuk menjaga stabilitas. Konsekuensinya dilakukan optimalisasi fungsi tentara di ranah sipil yang saat itu disebut dengan dwi fungsi ABRI.Tentara memegang kendali jabatan eksekutif seperti gubernur, bupati, walikota dan lain-lain. Tentara banyak masuk di "relung-relung" masyarakat yang menyebabkan nafas demokrasi tersengal-sengal. Tentu ini logika politik kebablasan.

Mulailah timbul perlawanan, lalu lahirlah reformasi yang akhirnya menumbangkan kekuasaan Presiden Soeharto. Di era reformasi muncul lagi euforia sebagaimana pascapenjajahan. Keran kebebasan dibuka selebar-lebarnya. Saking bebasnya, muncul nalar kebablasan dalam berbagai hal. Semisal ada kelompok yang berupaya mengotak-atik NKRI dan Pancasila. Tentara "digiring" dalam baraknya dan dilarang memegang kuasa di bidang "nonketentaraan". Tentu ini kebablasan,  karena bagaimanapun juga di era modern ini NKRI butuh tentara dalam bidang-bidang tertentu selain tugas reguler tentara. Era Jokowi nampaknya memberi ruang lebih kepada tentara. Tentu ini kabar baik, walakin jangan sampai fungsi tentara kebablasan seperti era Orde Baru.

Lalu apa bukti bahwa Kiai Wahab penyeimbang nalar kebablasan dan pengguna filosofi pencak?

1. Pemaknaan demokrasi terpimpin oleh KH. Wahab Chasbullah. Beliau berkata, ”Demokrasi terpimpin tentulah demokrasi, dalam arti bahwa rakyat mempunyai kedaulatan yang dilindungi hukum dalam mengeluarkan pendapat dan cita-cita. Demokrasi memang harus terpimpin, yakni terpimpin oleh norma dan moral.Tanpa kepemimpinan itu akan menjurus kepada anarki. Demokrasi terpimpin titik beratnya pada kata demokrasinya. Sebaliknya, kepemimpinan tanpa demokrasi akan menjurus kepada diktator. Baik anarki maupun diktator, bertentangan dengan demokrasi itu sendiri." Ini pemikiran Kiai Wahab untuk mencegah kebablasan.

2. Saat Masyumi tidak mau masuk kabinet Hatta terkait dengan keharusan melaksanakan perjanjian Renville, Kiai Wahab berargumen sambil membuat guyonan agar kita masuk saja di kabinet dg niat menghilangkan kemungkaran. Diterimalah gagasan Kiai Wahab oleh Masyumi. Jadi tidak ekstrem lepas dari kabinet,  tapi juga tidak menerima total kabinet. Tapi ada penyeimbang agar tidak bablas,  yakni ada unsur izalatul munkar.

3. Saat PRRI/Permesta memberontak,  Kiai Wahab "terpaksa" ikut memberi fatwa wajib diperangi. Fatwa itu dikeluarkan dengan berat hati oleh Kiai Wahab. Tidak hanya itu,  para kader NU turun ke daerah operasi untuk membantu kehidupan anak dan istri para pemberontak sehingga bisa sedikit tertolong. Jadi fatwa beliau tidak langsung lepas tangan bablas,  tapi turun tangan.

4. Saat perebutan Irian Barat (Papua). Bung  Hatta mengatakan bahwa Irian Barat bukan termasuk Indonesia maka tidak perlu dikembalikan ke wilayah Indonesia. Pendapat Bung Hatta ini didukung Masyumi dan PSI. Tetapi Bung Karno menolak dan mengatakan bahwa irian Barat adalah wilayah Indonesia sejak jaman dulu dikuasai oleh kerajaan Islam Ternate, Tidore bahkan juga pernah menjadi bagian kerajaan Mataram,  Singasari dan Majapahit. Duta besar Amerika di Jakarta dan menteri luar negeri Amerika, John Foster Dulles secara bersamaan juga menuduh Bung Karno bahwa pengembalian Irian Barat adalah ambisi pribadi Bung Karno.

Melihat situasi seperti itu, Bung Karno meminta nasihat kepada Kiai Wahab yang kemudian nasehatnya dikenal dengan diplomasi cancut taliwondo.Menurut Kiai Wahab, politik ”Diplomasi Cancut Tali Wondo" memang memerlukan waktu karena pertimbangan keadaan dalam negeri.Tetapi bukan berarti harus berhenti. Diplomasi jalan terus dan ”cancut tali wondo” juga tidak boleh berhenti. lbarat orang mau adu-jotos, siasat yang digunakan dengan cara memperlama waktu menyingsingkan lengan baju sambil mu|ut terus mengeluarkan tantangan untuk membuat musuh menjadi gentar. Kalau musuh tiba-tiba menyodorkan kepalanya untuk memukul, dan kita belum siap, maka hindari dulu. Kalau perlu kita tambah waktu satu tahun lagi untuk menyingsingkan lengan baju. Kalau kita sudah ”punya keris” maka kita bisa bersikap keras.

5. Masalah PKI. Kiai Wahab bergaul biasa dengan orang nasionalis termasuk dengan PKI. Bahkan Kiai Wahab digelari kiai Nasakom walau bukan dalam arti pro komunis. Kiai Wahab berada dalam lingkaran mereka untuk mendampingi Soekarno dan sangat mungkin untuk menyelami pikiran dan strategi PKI. Setelah itu Kiai Wahab tegas menolak PKI di seluruh Indonesia. Bahkan ada kisah tentang PKI Kediri. Komandan korem Kediri kala itu Willy Sujono dipanggil presiden Soekarno ke istana negara dan ditanya mengapa anggota PKI di Kediri banyak yang dihabisi? Dengan tegas Willy Sujono menjawab bahwa tindakan itu atas restu Kiai Mahrus Ali serta di Wahab Chasbullah Tambakberas Jombang. Sekalipun demikian,  banyak anak turun PKI yang diampuni dan dipelihara serta bertetangga baik dengan warga NU.

Semua kisah Kiai Wahab di atas dapat dibaca di buku Tambakberas: Menelisik Sejarah,  Memetik Uswah. Kalau ada kesalahan monggo dikoreksi.
****
[6/11 11.50] ardwall99: https://www.tambakberas.com/artikel/musibah-itu-penyebab-kebutaan-kiai-wahab
[6/11 11.50] ardwall99: https://www.dutaislam.com/2019/10/habib-salim-jindan-kami-habaib-berhutang-budi-sama-mbah-wahab.html
[6/11 11.50] ardwall99: https://www.nu.or.id/post/read/53851/ldquoyaa-lal-wathanrdquo-lagu-patriotis-karya-kh-wahab-hasbullah
[6/11 11.50] ardwall99: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=528082887989140&id=100023623007183
****
MBAH JUM BERKISAH TENTANG HUWAL HABIB KIAI WAHAB,  GUYONAN GUS DUR HINGGA NAMA BUPATI JOMBANG

Beberapa bulan lalu saya  bertemu dengan Yu Ju/Jum atau Mbah Jum, nama lengkapnya Djum'iyatin untuk silaturahmi. Kemarin dan hari ini saya mengunjungi lagi untuk wawancara. Beberapa fragmen kisah di bawah ini semuanya bersumber dari Mbah Jum.

Mbah Jum (86 tahun) masih relatif sehat dan kesehariannya sebelum matanya kabur adalah membaca Alquran,  sekarang wiridannya mengucap tasbih. Saat saya datangi beliau mengingat-ingat siapa saya, dan masih ingat, lalu terjadilah diskusi. Sewaktu saya pancing tentang almarhum Kang Pardi (suami tercinta Mbah Jum), Mbah Jum berujar dengan bahasa Jawa (saya terjemahkan),  "Kang Pardi kalau di pondok dipanggil Pak Yik adalah sopir yang ikhlas, tidak minta gaji bulanan.  Kalau diberi uang akan diterima,  kalau tidak,  ya diam saja. Ikhlas, barokah. Putra saya 10 (meninggal satu) menjadi orang ngerti semua, ini bukan sombong lho."

Memang Kang Pardi adalah sopir legendaris Kiai Wahab. Masyarakat dulu akan bilang bahwa Kang Pardi dan istrinya adalah "wonge" (orangnya) Mbah Wahab. Sejak muda hingga wafatnya Kiai Wahab, Kang Pardi setia menjadi sopir. Bahkan "karier" pengabdiannya dilanjutkan dengan menjadi sopir Nyai Wahab. Nyai Wahab wafat,  beralih menjadi sopir Kiai Hasib selama sekian tahun. Kang Pardi dulu belajar nyopir di bengkel Banpie. Lalu dijadikan sopir oleh pedagang keturunan Cina di Jombang yang bernama Eng An. Mbah Kiai Wahab berkata kepada Eng An,  "An,  sopirmu aku ae sing nggawe,  iku tonggoku." Jawab Eng An, "Inggih monggo."

Keluarga Kang Pardi adalah prototipe pengabdi setia kepada Kiai Wahab. Ayah Kang Pardi,  yakni Mbah Mustar adalah sopir dokarnya Mbah Wahab. Mbah Jum masih ingat warna mobil yang disopiri Kang Pardi,  Opel Kapiten warna biru.  Mbah Wahab biasa bilang, "Iku montormu Di." Padahal jelas itu mobil Kiai Wahab.

Mbah Jum ikhlas Kang Pardi menjadi sopir Kiai Wahab.Masalah nafkah Mbah Jum kerja jualan bensin. Mbah Jum dulu adalah agen bensin yang jumlahnya drum-druman. Jualan bensin untuk menopang kehidupan keluarganya. Mbah Jum tipe orang kuno yang tidak berani keluar rumah sebelum izin suami.  Kalau Kang Di sudah bepergian jauh saat nyopiri Mbah Wahab,  dia  tidak berani keluar. Sekalipun demikian, Mbah Jum menegaskan bahwa dia bahagia.
****

Saking lama dan akrabnya Kang Pardi dengan keluarga Kiai Wahab, sehingga rumah Mbah Jum (istri Kang Pardi) biasa didatangi oleh keluarga Kiai Wahab. Keadaan seperti ini dimanfaatkan oleh Gus Dur sebagai bahan guyonan. Perlu dicatat,  Gus Dur suka guyon atau "njarak" putra-putri kiainya sama seperti Kiai Wahab suka guyonan.

Suatu saat Gus Dur yang saat itu mondok di Tambakberas dan terkenal dengan "usil"nya  menyebarkan kabar bahwa ada sopir seneng juragane. Maksudnya adalah Kang Pardi suka kepada Ning Tin. Karena Ning Tin sering ke rumah Yu Jum. 

Apa Kang Pardi marah?  Tidak,  biasa saja.  Apa Ning Tin marah, juga tidak.  Justru Ning Tin  santai saat berjalan menuju Mbah Jum ditanya Gus Dur mau ke mana Ning?  Jawabnya,  "Mau ke Mbok Wek".

Saat Gus Dur menjadi Presiden dan berkunjung ke Tambakberas,  beliau bertanya,  "Sopirnya Wak Aji (Kiai Wahab)  dimana ya?"  maka beberapa orang mendatangi Kang Pardi dan memberitahu bahwa Gus Dur mau kasih uang. Jawaban Kang Pardi santai dengan berucap (meniru kalimat Mbah Wahab),  "Nek gak,  mosok iyo.  Nek iyo,  mosok gak."
****

Mbah Jum juga mendapat kisah dari suaminya (Kang Pardi),  suatu saat Kiai Wahab berada di Makkah,  tepatnya di Masjid Jeddah. Tiba di masjid Jeddah setelah maghrib.  Beliau mau pulang untuk menyambut Bu Nyai yang hamil tua. Namun apa yang terjadi? Kiai Wahab ketlarak (kehabisan bekal dan uang), maka semalaman beliau membaca "maulayasholli...., huwal habib..." hingga subuh.  Saat sholat subuh sewaktu salam,  beliau melihat seseorang.

Selesai sholat orang itu mengaku keturunan Arab dari Surabaya. Orang Arab itu meminta agar Kiai Wahab mendampinginya ke Surabaya karena membawa uang banyak sekali.

Akhirnya Kiai Wahab bisa sampai Surabaya plus dapat bisyaroh. Lalu beliau menuju Jombang. Jeda beberapa waktu, Bunyai melahirkan sang putri yang diberi nama Mundjidah. Hari ini beliau menjadi bupati Jombang.

Kata Mbah Jum, dahulu saat keluarganya bepergian, justeru yang dipasrahi Kiai Wahab mengatur masalah keuangan adalah putri yang kecil, yakni Bu Nyai Mundjidah. 

Begitulah Kiai Wahab memberi nama putri putrinya sesuai peristiwa yang baru terjadi. Kata Mbah Jum,  nama Nyai Mu'tamaroh karena baru ada Muktamar di Yogyakarta.
*****

Suatu saat Kiai Wahab dan Bunyai Sa'diyah (Rohmah) ke Bangil,  dan seperti biasa mengajak Kang Pardi dan Yu Jum. Kang Pardi sebagai sopir dan Mbah Wahab serta Nyai Sa'diyah duduk di tengah serta Yu Jum di belakang. Memang keluarga Kang Pardi ini sering diajak ke mana mana oleh Mbah Wahab hingga menjadikan Yu Jum sampai saat ini masih hapal banyak nama-nama cucu Mbah Wahab baik yang di Tambakberas maupun di  Surabaya, Yogyakarta,  Bojonegoro dll.

Saat di jalan,  Kiai Wahab guyoni Nyai Sa'diyah dengan berkata,  "Di,  dahulu aku duda terus dikabari kalau di Bangil ada kiai penjual kitab dan mempunyai dua anak. Satunya janda, serta yang lain gadis. Saya mau melihatnya dengan naik motor gondang gandung (moge), lalu saya pergi ke toko kitab, siapa tahu yang menjaganya adalah si gadisnya. Eh ternyata yang keluar malah yang jandanya." Kiai Wahab tertawa dan Nyai Sa'diyah ikut tersenyum sambil bilang, "Bisa saja kiai."

Begitu akrabnya dengan keluarga Kang Pardi,  Kiai Wahab yang sering haji dan Bu Nyai Sa'diyah sudah 8 kali haji pernah berkeinginan mengajak dengan berkata,  "Di,  kapan-kapan tak ajak haji,  istrimu nanti yang mendampingi Bu Nyai,  dan kamu yang mendampingi aku." Namun belum terlaksana, selang beberapa waktu Kiai Wahab wafat.
*****

Saat saya minta ijazah kira-kira apa yang diiberikan Mbah Wahab kepada Kang Pardi. Mbah Jum berkata bahwa selama nyopiri Mbah Wahab alhamdulillah tidak terjadi srempetan atau tabrakan. Padahal perjalanan Jombang Jakarta dan kota-kota lain sering ditempuh. 

Mbah Wahab menyuruh Kang Pardi agar setiap mau naik di atas mobil supaya membaca ayat tertentu.
****

Foto pertama dengan Mbah Jum.  Foto kedua almarhum Mbah Pardi.  Foto ketiga KTP Mbah Pardi
[6/11 11.50] ardwall99: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=534624327334996&id=100023623007183
[6/11 11.50] ardwall99: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=507640726700023&id=100023623007183
****
*GUS DUR DAN TEORI SARUNG PANJANG UNTUK MENAKLUKKAN TEMPAT ANGKER*

Malam ini adalah haul KH. Hamid Chasbullah dan KH. Abdul Malik bin KH.  Hamid Chasbullah. Haul malam ini dihadiri KH. Masduqi Abdul Ghoni (kakak KH. Miftachul Achyar) dan KH. Salim Masyhar. Salah satu yang memberi sambutan adalah ketua yayasan sekaligus Tim Sejarah buku Tambakberas, Gus Kiai Wafi.

Syahdan, saat Gus Dur mondok, di sekitar Tambakberas ada rumah yang angker. Sesiapa  yang masuk rumah,  apalagi ambil barang,  pasti tidak bisa keluar.

Gus Dur sebagai santri cerdas, banyak akal dan selalu ingin mencoba hal yang aneh dan menantang. Nampaknya banyak akal ini diwarisi Gus Dur dari Kiai Wahab Chasbullah.

Tepat tengah malam, Gus Dur mengajak dua santri untuk mencoba rumah angker tersebut. Gus Dur mencobanya tidak dengan kesaktiannya, tapi dengan akal panjangnya. Gus Dur menyambung sekian banyak sarung santri sehingga menjadi panjang beberapa meter.

Dua santri disuruh Gus Dur berdiri di luar pagar sambil memegangi pucuk sarung dengan kuat. Adapun Gus Dur masuk pekarangan menuju rumah angker dengan posisi masuk dalam belitan pada pucuk lainnya dari sarung tersebut.

Sesampai di dalam rumah angker, Gus Dur mengambil barang yang ada di rumah angker tersebut. Lalu Gus Dur berteriak ke arah dua temannya agar menarik sarungnya.

Dengan pelan-pelan, temannya menarik sarung sedikit demi sedikit. Alhamdulillah Gus Dur bisa bergerak keluar pagar. Sukses sudah Gus Dur menguji rumah angker dengan akal pintarnya. 

Pelajarannya: banyak akal (tapi bukan licik) serta pantang menyerah adalah penting dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan, bahkan kehidupan mistis, apalagi dalam kehidupan nyata. Kita lahumul fatihah untuk seluruh masyayikh Tambakberas.
***
Foto acara malam ini dan bersama santri Papua

Komentar

  1. ASSALAMUALAIKUM SAYA INGIN BERBAGI CARA SUKSES SAYA NGURUS IJAZAH saya atas nama bambang asal dari jawa timur sedikit saya ingin berbagi cerita masalah pengurusan ijazah saya yang kemarin hilang mulai dari ijazah SD sampai SMA, tapi alhamdulillah untung saja ada salah satu keluarga saya yang bekerja di salah satu dinas kabupaten di wilayah jawa timur dia memberikan petunjuk cara mengurus ijazah saya yang hilang, dia memberikan no hp BPK DR SUTANTO S.H, M.A beliau selaku kepala biro umum di kantor kemendikbud pusat jakarta nomor hp beliau 0823-5240-6469, alhamdulillah beliau betul betul bisa ngurusin masalah ijazah saya, alhamdulillah setelah saya tlp beliau di nomor hp 0823-5240-6469, saya di beri petunjuk untuk mempersiap'kan berkas yang di butuh'kan sama beliau dan hari itu juga saya langsun email berkas'nya dan saya juga langsung selesai'kan ADM'nya 50% dan sisa'nya langsun saya selesai'kan juga setelah ijazah saya sudah ke terima, alhamdulillah proses'nya sangat cepat hanya dalam 1 minggu berkas ijazah saya sudah ke terima.....alhamdulillah terima kasih kpd bpk DR SUTANTO S.H,M.A berkat bantuan bpk lamaran kerja saya sudah di terima, bagi saudara/i yang lagi bermasalah malah ijazah silah'kan hub beliau semoga beliau bisa bantu, dan ternyata juga beliau bisa bantu dengan menu di bawah ini wassalam.....

    1. Beliau bisa membantu anda yang kesulitan :
    – Ingin kuliah tapi gak ada waktu karena terbentur jam kerja
    – Ijazah hilang, rusak, dicuri, kebakaran dan kecelakaan faktor lain, dll.
    – Drop out takut dimarahin ortu
    – IPK jelek, ingin dibagusin
    – Biaya kuliah tinggi tapi ingin cepat kerja
    – Ijazah ditahan perusahaan tetapi ingin pindah ke perusahaan lain
    – Dll.
    2. PRODUK KAMI
    Semua ijazah DIPLOMA (D1,D2,D3) S/D
    SARJANA (S1, S2)..
    Hampir semua perguruan tinggi kami punya
    data basenya.
    UNIVERSITAS TARUMA NEGARA UNIVERSITAS MERCUBUANA
    UNIVERSITAS GAJAH MADA UNIVERSITAS ATMA JAYA
    UNIVERSITAS PANCASILA UNIVERSITAS MOETOPO
    UNIVERSITAS TERBUKA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
    UNIVERSITAS TRISAKTI UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
    UNIVERSITAS BUDI LIHUR ASMI
    UNIVERSITAS ILMUKOMPUTER UNIVERSITAS DIPONOGORO
    AKADEMI BAHASA ASING BINA SARANA INFORMATIKA
    UPN VETERAN AKADEMI PARIWISATA INDONESIA
    INSTITUT TEKHNOLOGI SERPONG STIE YPKP
    STIE SUKABUMI YAI
    ISTN STIE PERBANAS
    LIA / TOEFEL STIMIK SWADHARMA
    STIMIK UKRIDA
    UNIVERSITAS NASIONAL UNIVERSITAS JAKARTA
    UNIVERSITAS BUNG KARNO UNIVERSITAS PADJAJARAN
    UNIVERSITAS BOROBUDUR UNIVERSITAS INDONESIA
    UNIVERSITAS MUHAMMADYAH UNIVERSITAS BATAM
    UNIVERSITAS SAHID DLL

    3. DATA YANG DI BUTUHKAN
    Persyaratan untuk ijazah :
    1. Nama
    2. Tempat & tgl lahir
    3. foto ukuran 4 x 6 (bebas, rapi, dan usahakan berjas),semua data discan dan di email ke alamat email bpk sutantokemendikbud@gmail.com
    4. IPK yang di inginkan
    5. universitas yang di inginkan
    6. Jurusan yang di inginkan
    7. Tahun kelulusan yang di inginkan
    8. Nama dan alamat lengkap, serta no. telphone untuk pengiriman dokumen
    9. Di kirim ke alamat email: sutantokemendikbud@gmail.com berkas akan di tindak lanjuti akan setelah pembayaran 50% masuk
    10. Pembayaran lewat Transfer ke Rekening MANDIRI, BNI, BRI,
    11. PENGIRIMAN Dokumen Via JNE
    4. Biaya – Biaya
    • SD = Rp. 1.500.000
    • SMP = Rp. 2.000.000
    • SMA = Rp. 3.000.000
    • D3 = 6.000.000
    • S1 = 7.500.000(TERGANTUN UNIVERSITAS)
    • S2 = 12.000.000(TERGANTUN UNIVERSITAS)
    • S3 / Doktoral Rp. 24.000.000
    (kampus terkenal – wajib ikut kuliah beberapa bulan)
    • D3 Kebidanan / keperawatan Rp. 8.500.000
    (minimal sudah pernah kuliah di jurusan tersebut hingga semester 4)
    • Pindah jurusan/profesi dari Bidan/Perawat ke Dokter. Rp. 32.000.000

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gus Baha' memohon ijazah kitab

DAFTAR MAKAM SESEPUH / ULAMA DI KECAMATAN SIDOARJO KOTA, KABUPATEN SIDOARJO

Kyai Ngali Muntoha Nglames Madiun