Mengapa Kudeta Mesir Berhasil dan Kudeta Turki Gagal




Orhan Guvel perwakilan biro Anadolu Agencydi Kairo saat Revolusi 2013 menulis tentang kudeta Mesir dan upaya penggulingan Turki. Menurut Guvel ada perbedaan mendasar di keduanya kenapa kudeta Mesir berhasil dan Turki gagal.



Ia mengungkapkan, pada 3 Juli 2013, Menteri Pertahanan Mesir Abdul Fattah al-Sisi mengumumkan penggulingan Muhammad Mursi, presiden sipil pertama yang dipilih secara demokratis.

Pascakudeta, hampir sepanjang malam, tank ditempatkan di jalanan ibu kota Kairo. Petugas juga mendirikan pos-pos pemeriksaan. Aksi kudeta ini mendapat perlawanan dari pendukung Mursi dan Ikhwanul Muslimin (IM).

Ratusan atau ribuan anggota Ikhwan terbunuh. Helikopter bersenjata dan sniper menembaki pendukung Mursi, termasuk wanita dan anak-anak. Mereka yang terluka kesulitan mendapat pengobatan di rumah sakit dan dibiarkan meninggal di jalanan.

Puluhan ribu anggota IM juga dijebloskan ke penjara. IM telah dimasukkan ke dalam daftar teroris dan aset-aset mereka disita.
Kudeta 2013 yang berhasil menggulingkan presiden demokratis pertama Mesir berbeda dengan kudeta gagal Turki pada 15 Juli lalum

(1) Pertama, kendati Mursi menang dalam pemilihan presiden 2012 dengan angka 52 persen, namun dukungan kuat kepadanya hanya sekitar 20 hingga 25 persen. Selain itu Mursi minim dalam pengalaman politik. Ia hanya memimpin selama satu tahun sebelum digulingkan militer.
Adapun Presiden Recep Tayyip Erdogan telah berpengalaman 40 tahun di dunia politik serta telah memiliki pengalaman di sejumlah pos pemerintahan. Berdasarkan perhitungan pemilu terakhir, dukungan terhadapnya juga mencapai lebih dari 50 persen elektoral.
Pengaruh Erdogan tampak pada saat malam kudeta. Ia menggerakkan pendukungnya yang berperang penting menggagalkan kudeta.

(2) Kedua, hal yang tak kalah penting, berbeda dengan Mursi, Erdogan juga mendapat banyak dukungan dari aparat intelijen dan militer. Di Mesir, pengaruh militer masih di bawah rezim mantan Presiden Mesir Husni Mubarak.

(3) Ketiga, di sisi otoritas keagamaan, lembaga Al-Azhar yang berbasis di Kairo mendukung pengkudetaan oleh Abdul Fattah al-Sisi. Di Turki, otoritas keagamaan (Diyanet) menolak kudeta.

(4) Keempat, pada saat penggulingan Mursi, gerakan Tamarud memiliki peranan penting dalam menggiring opini publik. Tamarud menggelar protes anti-Mursi yang berujung pada penangkapan sang presiden.
Sementara di Turki, kudeta pada 15 Juli tidak mendapat respons positif dari warga. Tak ada demonstran yang mendesak Erdogan mundur. Kelompok oposisi justru menolak kudeta tersebut.

(5) Kelima, secara dukungan media juga berbeda. Banyak media Mesir yang cenderung mendukung penggulingan Mursi. Di Turki media mayoritas menolak kudeta.

(6) Keenam, dari sisi dukung internasional juga berbeda. Di Mesir, upaya menggulingkan Mursi mendapat restu dari negara-negara Teluk dan Barat.

Kecuali Turki dan Qatar, negara-negara penting dan lembaga - termasuk PBB, Uni Eropa, AS dan Barat secara umum - menerima kudeta Mesir sebagai fait accompli.

Setelah Mursi jatuh, sokongan dari Teluk pun mengalir ke pemerintahan Abdul Fattah al-Sisi. al-Sisi menerima dukungan keuangan yang besar dan kuat dari negara-negara Teluk untuk menopang perekonomian Mesir yang hampir mati.

Setelah kudeta sukses, al-Sisi memberlakukan keadaan darurat yang digunakan untuk menangkap pejabat pemerintahan pro-Morsi dan anggota Ikhwanul Muslimin dan menyita properti mereka.

Berbeda halnya di Mesir, keadaan darurat dinyatakan di setelah percobaan kudeta yang gagal di Turki dan tidak mengekang pembatasan pada hak-hak dan kebebasan dasar warga negara.
Sebaliknya, keadaan darurat yang diberlakukan pemerntah Turki ditujukan sepenuhnya pada upaya mempercepat pembersihan pendukung kudeta dari lembaga negara.
Source:
https://www.ayojalanterus.com/2016/08/analisa-mengapa-kudeta-mesir-berhasil.html?m=1





Azmi Bishara, analis politik ternama di Timur Tengah asal Palestina mengatakan, “Upaya kudeta yang dilakukan militer Turki kemarin cukup sistematis. Mereka telah menanam kadernya di dalam tentara dan kepolisian, dan menguasai gedung angkatan bersenjata Turki, stasiun radio dan televisi serta beberapa lapangan utama di kota-kota. Namun demikian upaya kudeta meraka dapat digagalkan,” seperti dilansir laman rassd.com.
Melalui artikelnya yang dipublish Al-Arabiya Al-Jadid, Azmi mengatakan, “Partai-partai oposisi yang ada di Turki baik oposisi Kiri dan Kanan, keduanya tidak menyukai pemerintahan sekarang, karena politik dalam dan luar negerinya dinilai buruk.” “Namun demikian, partai-partai itu menolak adanya penggulingan yang dilakukan tentara terhadap pemerintah,” tambahnya.
“Mereka justru mendukung pemerintahan yang lahir secara demokratis. Karena mereka tahu betul bahwa pemerintahan militer sangat mengancam keberlangsungan politik bagi sipil. Mereka lebih memilih menunggu pemilu berlangsung untuk melengserkan lawan politik mereka.”
Azmi kemudian membandingkan kondisi ini dengan kudeta militer yang terjadi di Mesir tiga tahun lalu. Menurutnya kondisi sebaliknya justru yang terjadi di Mesir. Kelompok oposisi di Mesir bahu membahu menggulingkan pemerintahan yang sah, caranya dengan berkoordinasi dengan rezim sebelumnya (Husni Mubarok) dan militer untuk menuntaskan kudeta guna menyingkirkan lawan politik mereka. (msy/dakwatuna)
sumber: https://www.dakwatuna.com/2016/07/18/81590/inilah-perbedaan-kudeta-militer-di-turki-dan-di-mesir/amp/



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gus Baha' memohon ijazah kitab

DAFTAR MAKAM SESEPUH / ULAMA DI KECAMATAN SIDOARJO KOTA, KABUPATEN SIDOARJO

Kyai Ngali Muntoha Nglames Madiun