Syech Arsyad al-Banjari,Sang Datuk Kalampayan


 A. Empat Serangkai Ulama Nusantara 

Foto dari Dokumentasi Perpustakaan MEKKAH, tentang 4 orang
Waliyullah dan Ulama Besar Indonesia yang menuntut ilmu agama di MEKKAH
sedang mengkaji kitab, yaitu : 

  1. Syekh Abdurrahman Mashri (Tanah Jawa)
  2. Syekh Abdul Wahab Bugis (Sulawesi)
  3. Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari (Kalimantan) 
  4. Syekh Abdussamad Al-Palembani (Sumatera)
Kitab karya Syekh Muhammad Arsyad yang paling terkenal ialah Kitab Sabilal Muhtadin, atau selengkapnya adalah Kitab Sabilal Muhtadin lit-tafaqquh fi amriddin, yang artinya dalam terjemahan bebas adalah "Jalan bagi orang-orang yang mendapat petunjuk untuk mendalami urusan-urusan agama". Syekh Muhammad Arsyad telah menulis untuk keperluan pengajaran serta pendidikan, beberapa kitab serta risalah lainnya, diantaranya ialah:
  • Kitab Ushuluddin yang biasa disebut Kitab Sifat Duapuluh,
  • Kitab Tuhfatur Raghibin, yaitu kitab yang membahas soal-soal itikad serta perbuatan yang sesat,
  • Kitab Nuqtatul Ajlan, yaitu kitab tentang wanita serta tertib suami-isteri,
  • Kitabul Fara-idl, semacam hukum-perdata.
Dari beberapa risalahnya dan beberapa pelajaran penting yang langsung diajarkannya, oleh murid-muridnya kemudian dihimpun dan menjadi semacam Kitab Hukum Syarat, yaitu tentang syarat syahadat, sembahyang, bersuci, puasa dan yang berhubungan dengan itu, dan untuk mana biasa disebut Kitab Parukunan. Sedangkan mengenai bidang Tasawuf, ia juga menuliskan pikiran-pikirannya dalam Kitab Kanzul-Makrifah.

Sumber:
Namun mengenai nomor urut nama-nama para Syech, saya mempunyai pendapat yang beda dengan sumber tersebut(http://hamdanisekumpul.blogspot.com).Bahwa menurut sumber tersebut, Syech Muhammad Arsyad menempati urutan nomor 2 dari kiri, Tapi menurut saya, beliau urutan ke-3. Silahkan dibandingkan dan dikritisi pendapat saya.


B. Nasab  Syeikh Muhammad Arsyad al Banjari


Telah banyak  beredar  nasab dari Syeikh Muhammad Arsyad al Banjari (Datuk Kelampayan) dalam berbagai versi, tidak kurang dari 10 (sepuluh) versi. Pada umumnya merujuk kepada Keluarga al Aydrus ( salah satu keluarga Alawiyyin). Bahkan di antaranya ada yang merujuk kepada al Habib Abu Bakar al Adeni bin Abdullah al Aydrus yang nasabnya jelas-jelas inqarodh (punah) disebutkan dalam Kitab asy Syamsu az Zahirah hal. 98. Namun berbagai upaya pemalsuan ini telah terbantahkan dalam Ilmu Nasab yang shohih, beberapa kitab dan catatan nasab yang dengan izin Allah SWT menjadi penyebab terjaganya kemurnian nasab/silsilah keturunan Rasulullah SAW sampai hari kiamat.
Al Imam Abdullah Ibn Mubarak mengatakan dalam Ilmu Hadits :” Kalau bukan sanad, siapapun bisa mengatakan ini hadits Nabi, ini dari Nabi”. Maka Ilmu Nasab ini juga ada beberapa kesamaan dengan Ilmu Hadits, terutama Hadits Rasulullah maupun Dzurriyat adalah sama-sama peninggalan beliau. Maka dikatakan : “Kalau bukan nasab, siapapun bisa mengatakan ini keturunan Nabi, ini dari Nabi”.
Rasulullah SAW bersabda : “Semua hubungan asal-usul, nasab dan shihr (kerabat melalui perkawinan) akan terputus pada hari kiamat, kecuali asal-usul, nasab, dan shihr-ku”.
Susunan nasab yang banyak beredar adalah sebagai berikut :
1. al Habib Abdullah bin  Abu Bakar al Aydrus al Akbar (lahir  tahun 811 H dan wafat tahun 865 H. Dari beliau ini  asal-usul al Aydrus)
2. al Habib Syaikh (lahir 850 w. 919 H)
3. al Habib Abdullah (lahir 887 w. 944 H)
4. al Habib Husein
5. al Habib Ahmad ash Sholabiyyah (lahir di Tarim 970 H. wafat 1048)
6. al Habib Abu Bakar al Hindi (ada dalam ta’liq/catatan kaki Habib Muhammad Dhiya’ Shahab pada Kitab asy Syamsu az Zahirah hal. 101)
7. Abdullah (tidak ada dalam catatan/buku nasab Alawiyyin di Hadhramaut maupun di India)
8. Sultan Abdur Rasyid Mindanao
9. Abu Bakar
10. Abdullah
11. Syaikh Muhammad Arsyad al Banjari (Datuk Kelampayan)
Al Habib Abubakar al Hindi atau atau disebut bil Hindi (tinggal di India) dalam Kitab asy Syamsu az Zahirah ini tak ada dalam fakta sejarah manapun punya anak bernama Abdullah, namun anehnya sekarang ada orang yang berani menisbahkan keturunan kepada beliau. Sungguh ini pemalsuan nasab yang nyata.
Syeikh Muhammad Arsyad Al Banjari adalah seorang ulama besar yang hidup sekitar tahun 1122-1227 H, dan banyak berjasa atas perkembangan Islam di Kalimantan. Sehingga beliau tentu sangat mengenal asal-usul keluarganya. Namun tidak pernah ada dalam catatan sejarah bahwa beliau telah mendakwakan dirinya dari keturunan al Aydrus. Di Zamannya beliau banyak sekali bergaul dengan ulama, para fuqaha dan para ahli nasab, namun tidak pernah ada dalam catatan ahli nasab mengatakan bahwa beliau ini berasal dari keluarga Al Aydrus.
Jadi aneh sekali kalau beliau tidak mau menunjukkan nasabnya. Kalau ada sebagian orang berkata mungkin karena sikap tawadhu’, menyembunyikan nasabnya, itu juga bukan sikap tawadhu’ menurut pandangan ulama, karena hanya akan menimbulkan kerancuan bagi nasab keturunannya, dan Rasulullah SAW sendiri bangga dengan nasabnya. Karena bangga itu dibolehkan sebagai motivasi, selama tidak ditujukan untuk menyombongkan diri. Dalam satu kesempatan Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya Allah telah memilih Ismail dari anak keturunan Ibrahim, memilih Kinanah dari anak keturunan Ismail, memilih Quraisy dari anak keturunan Bani kinanah, memilih Bani Hasyim dari keturunan Quraisy, dan memilihku dari Bani Hasyim”. (Shahih Muslim dan Sunan Tirmidzi). Hadits seperti ini banyak sekali dalam kitab-kitab Hadits.
Atau  ada juga berpendapat mungkin beliau takut dengan Belanda, itu juga mustahil bagi ulama besar seperti beliau, karena banyak juga Habaib yang hidup pada zaman Belanda tapi tidak menyembunyikan nasabnya karena takut.
Kemudian ditinjau dari sisi ilmu nasab sebagai berikut :
Susunan nasab ini adalah dari keluarga al Aydrus as Sholabiyah yang sangat terkenal. Apalagi pada masa itu telah lahir dari keluarga ini seorang wali yang masyhur, yaitu al Habib Ali Shohibus “Surrat” (wafat di Surrat, India tahun 1131 H.) bin Abdullah (lahir 1002 H. wafat 1053 H.) bin Ahmad bin Husein ash Sholabiyyah dan di antara keturunannya yang masyhur juga, dan hidup sezaman dengan pengarang kitab asy Syamsu az Zahirah al Habib Abdurrahman bin Muhammad al Masyhur, yaitu al Habib Hasan bin ‘Alawi ash Sholabiyyah (1307 H.).
Dari data nasab Syeikh Muhammad Arsyad al Banjari ini, yang menjadi jelas kepalsuannya adalah nama Abdullah bin Abu Bakar al Hindi bin Ahmad ash Sholabiyah. Maka dengan ini penisbahan kepada keluarga al Aydrus dari jalur ini jelas tertolak secara mutlak dalam Ilmu Nasab.

Pemalsuan nasab ini tentu patut kita sayangkan, mungkin di antara mereka ada juga beralasan dengan prasangkanya (syak/zhon), kemungkinan beliau keturunan Nabi, karena banyak keturunannya menjadi ulama. Ini juga telah terbantahkan, karena banyak sekali keluarga besar yang menjadi ulama dan mereka bukan dari kalangan Habaib, seperti keluarga Bafadhal, al Khotib, Basaudan dan lain-lain di Hadhramaut. Sebagaimana banyak pula ulama-ulama besar, para Imam Madzhab, Muhadditsiin, dan tokoh-tokoh Sufi yang bukan berasal dari keturunan Rasulullah SAW, bahkan mereka berasal dari keturunan 'ajam (non Arab). Dan masih banyak lagi contoh yang lain, dan mereka tidak pernah menisbahkan diri kepada Baitun Nubuwwah. Atau prasangka-prasangka lain, yang akhirnya menjadi kesesatan yang menyesatkan.
Dan masalah lain, yang menambah keraguan dalam masalah ini, adalah tidak adanya pemakaian nama yang lazim dalam penisbahan nasab ini, karena penisbahan kepada Keluarga al Aydrus oleh oknum pemalsu nasab hanya dikenal baru-baru ini. Seperti nama Abdul Rasyid adalah nama yang tak pernah di gunakan oleh keluarga Al Aydrus dari dulu hingga sekarang, gelar Al Hindi bermakna orang india, Mindanao berasal dari kepulauan Mindanao Philipina, al Banjari adalah orang yang berasal dari Banjar. Biasanya seorang Sayyid itu meletakkan nama fam (marga) namanya bersamaan dengan asalnya.
Sungguh sangat disayangkan, ada pemalsuan seperti ini yang telah dilakukan oleh oknum-oknum yang gila hormat, mereka mengira akan mengangkat kehormatan keturunan Syeikh Muhammad Arsyad al Banjari, padahal inilah pelecehan terhadap beliau. Di antara mereka ada juga yang mendukung hal ini karena terbuai dengan meningkatnya status dari keturunan ulama, lalu menjadi keturunan Nabi. Dan orang-orang awam yang tidak mengerti ilmu Nasab Alawiyyin pun akhirnya ikut membenarkan pemalsuan ini. Padahal meneladani datuk mereka yang shaleh itu lebih baik, daripada berbangga dengan hal yang meragukan.
Tapi syukurlah di antara keturunan Syaikh Muhammad Arsyad al Banjari, masih banyak orang-orang yang benar-benar meneladani datuknya sebagai orang yang bertakwa, takut kepada Allah SWT dan menolak pemalsuan nasab ini. Mereka inilah orang yang takut dengan ancaman Allah SWT melalui lisan Rasulullah SAW yang terjemahannya kurang lebih : " Tidaklah seseorang mendakwakan kepada selain ayahnya sedangkan dia mengetahuinya kecuali dia telah kafir, barangsiapa yang mendakwakan kepada suatu kaum sedangkan dia tidak memiliki nasab dari mereka, maka hendaklah dia memesan tempatnya dalam neraka" ( Bukhari – 3508)
“Barangsiapa yang menisbatkan dirinya kepada selain ayahnya, maka baginya laknat Allah,  para malaikat dan manusia seluruhnya”. – [HR Ibnu Majah (2599).


NB. Untuk informasi selengkapnya silahkan merujuk ke Maktab ad Daimi/Rabithah 'Alawiyyah Pusat - Jakarta.
( Sumber : http://almansabah.blogspot.com/2012/09/permasalahan-nasab-syaikh-muhammad.html )


C . Riwayat Singkat Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari

datuk klampayanSyekh Muhammad Arsyad al-Banjari (lahir 15 Safar 1122 H di Desa Lok Gabang, Astambul, Banjar, Kalimantan Selatan, Indonesia tahun 1710-1812) adalah ulama fiqih mazhab Syafi’i pengarang Kitab Sabilal Muhtadin yang berasal dari kotaMartapura di Tanah Banjar (Kesultanan Banjar), Kalimantan Selatan.
Ia adalah pengarang Kitab Sabilal Muhtadin yang banyak menjadi rujukan Hukum Fiqih dari mazhab Syafi’i di Asia Tenggara.

Silsilah keturunan

Beberapa penulis biografi Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, antara lain Mufti Kesultanan Indragiri Abd Rahman Shiddiq( Syajaratul Arsyadiyah, Mathba’ah Ahmadiyah Singapura, oleh Abd Rahman Shiddiq (Tuan Guru Sapat, Mufti Kesultanan Indragiri) Cetakan I. Tahun 1356 H )., berpendapat bahwa beliau adalah keturunan Alawiyyin melalui jalur Sultan Abdurrasyid Mindanao.
Jalur nasab beliau ialah Maulana Muhammad Arsyad Al Banjari bin Abdullah bin Abu Bakar bin Sultan Abdurrasyid Mindanao bin Abdullah bin Abu Bakar Al Hindi bin Ahmad Ash Shalaibiyyah bin Husein bin Abdullah bin Syaikh bin Abdullah Al Idrus Al Akbar (datuk seluruh keluarga Al Aidrus) bin Abu Bakar As Sakran bin Abdurrahman As Saqaf bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali Maula Ad Dark bin Alwi Al Ghoyyur bin Muhammad Al Faqih Muqaddam bin Ali Faqih Nuruddin bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khaliqul Qassam bin Alwi bin Muhammad Maula Shama’ah bin Alawi Abi Sadah bin Ubaidillah bin Imam Ahmad Al Muhajir bin Imam Isa Ar Rumi bin Al Imam Muhammad An Naqib bin Al Imam Ali Uraidhy bin Al Imam Ja’far As Shadiq bin Al Imam Muhammad Al Baqir bin Al Imam Ali Zainal Abidin bin Al Imam Sayyidina Husein bin Al Imam Amirul Mu’minin Ali Karamallah wa Sayyidah Fatimah Az Zahra binti Rasulullah SAW.
Pendapat Lembaga Nasab Haba’ib atau Rabithah Alawiyah se-Kalimantan Selatan pada tahun 1998, menyatakan secara resmi bahwa ia bukan keturunan Haba’ib.

Pengajaran dan bermasyarakat

Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari adalah pelopor pengajaran Hukum Islam di Kalimantan Selatan. beliau sempat menuntut ilmu-ilmu agama Islam di Mekkah. Sekembalinya ke kampung halaman, hal pertama yang dikerjakan beliau ialah membuka tempat pengajian (semacam pesantren) bernama dalam pagar, yang kemudian lama-kelamaan menjadi sebuah kampung yang ramai tempat menuntut ilmu agama Islam. Ulama-ulama yang dikemudian hari menduduki tempat-tempat penting di seluruh Kerajaan Banjar, banyak yang merupakan didikan dari suraunya di Desa Dalam Pagar.
Di samping mendidik, ia juga menulis beberapa kitab dan risalah untuk keperluan murid-muridnya serta keperluan kerajaan. Salah satu kitabnya yang terkenal adalah Kitab Sabilal Muhtadin yang merupakan kitab Hukum-Fiqh dan menjadi kitab-pegangan pada waktu itu, tidak saja di seluruh Kerajaan Banjar tapi sampai ke-seluruh Nusantara dan bahkan dipakai pada perguruan-perguruan di luar Nusantara Dan juga dijadikan dasar Negara Brunai Darussalam.
Selain mengajar, menulis dan berdakwah, Syekh Muhammad Arsyad juga sangat memperhatikan rakyat sekitarnya. Kepada mereka beliau memberi contoh bagaimana bercocok-tanam membuat pengairan untuk memajukan pertanian penduduk.

Hubungan beliau dengan Kesultanan Banjar

Diriwayatkan, pada waktu Sultan Tahlilullah (17001734 M) memerintah Kesultanan Banjar, suatu hari ketika berkunjung ke kampung Lok Gabang. Sultan melihat seorang anak berusia sekitar 7 tahun sedang asyik menulis dan menggambar, dan tampaknya cerdas dan berbakat, dicerita-kan pula bahwa ia telah fasih membaca Al-Quran dengan indahnya. Terkesan akan kejadian itu, maka Sultan meminta pada orang tuanya agar anak tersebut sebaiknya ting-gal di istana untuk belajar bersama dengan anak-anak dan cucu Sultan.
Pada waktu ia berumur sekitar 30 tahun, Sultan mengabulkan keinginannya untuk belajar ke Mekkah demi memperdalam ilmunya. Lebih dari 30 tahun kemudian, yaitu setelah gurunya menyatakan telah cukup bekal ilmunya, barulah Syekh Muhammad Arsyad kembali pulang ke Banjarmasin. Akan tetapi, Sultan Tahlilullah seorang yang telah banyak membantunya telah wafat dan digantikan kemudian oleh Sultan Tahmidullah II bin Sultan HW, yaitu cucu Sultan Tahlilullah.
Sultan Tahmidullah yang pada ketika itu memerintah Kesultanan Banjar, sangat menaruh perhatian terhadap perkembangan serta kemajuan agama Islam di kerajaannya. Sultan inilah yang meminta kepada Syekh Muhammad Arsyad agar menulis sebuah Kitab Hukum Ibadat (Hukum Fiqh), yang kelak kemudian dikenal dengan nama Kitab Sabilal Muhtadin.

Karya-karya beliau

Kitab karya Syekh Muhammad Arsyad yang paling terkenal ialah Kitab Sabilal Muhtadin, atau selengkapnya adalah Kitab Sabilal Muhtadin lit-tafaqquh fi amriddin, yang artinya dalam terjemahan bebas adalah “Jalan bagi orang-orang yang mendapat petunjuk untuk mendalami urusan-urusan agama”. Syekh Muhammad Arsyad telah menulis untuk keperluan pengajaran serta pendidikan, beberapa kitab serta risalah lainnya, diantaranya ialah:
  • Kitab Ushuluddin yang biasa disebut Kitab Sifat Duapuluh,
  • Kitab Tuhfatur Raghibin, yaitu kitab yang membahas soal-soal itikad serta perbuatan yang sesat,
  • Kitab Nuqtatul Ajlan, yaitu kitab tentang wanita serta tertib suami-isteri,
  • Kitabul Fara-idl, semacam hukum-perdata.
Dari beberapa risalah beliau dan beberapa pelajaran penting yang langsung diajarkan beliau, oleh murid-murid beliau kemudian dihimpun dan menjadi semacam Kitab Hukum Syarat, yaitu tentang syarat syahadat, sembahyang, bersuci, puasa dan yang berhubungan dengan itu, dan untuk mana biasa disebut Kitab Parukunan. Sedangkan mengenai bidang Tasawuf, ia juga menuliskan pikiran-pikirannya dalam Kitab Kanzul-Makrifah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gus Baha' memohon ijazah kitab

DAFTAR MAKAM SESEPUH / ULAMA DI KECAMATAN SIDOARJO KOTA, KABUPATEN SIDOARJO

Kyai Ngali Muntoha Nglames Madiun